Sabtu, 30 Oktober 2010

Longki : Merger SKPD Perlu Dipertimbangkan

PARIGI- Bupati Longki Djanggola merespon wacana penggabungan alias merger Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dilingkungan Pemerintah daerah (Pemda) Kabupaten Parimo yang digulirkan sejumlah anggota DPRD.
Menurut Bupati Longki, wacana itu perlu dipertimbangkan secara matang sepanjang tidak bertentangan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ketika ditanya, apakah setuju dengan adanya merger itu apabila telah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku?. Bupati Longki, secara diplomatis mengatakan, hal itu masih membutuhkan kajian dan penelitian terlebih dahulu.
“Karena tidak segampang apa yang dibayangkan,” kata Longki kepada Radar Parimo, Sabtu (30/10).
Sebelumnya beberapa anggota DPRD terus menggulirkan wacana merger SKPD ini. Mereka mendukung adanya merger SKPD setelah melihat belanja tidak langsung atau belanja pegawai pada RAPBD Tahun 2011, ternyata lebih besar daripada belanja langsung atau belanja publik. Belanja tidak langsung sebagaimana disebutkan bupati dalam dalam rapat paripurna tersebut senilai Rp307,848 miliar. Sedangkan belanja langsung hanya mencapai Rp164,577 miliar. Artinya, APBD Tahun 2011 lebih besar untuk kepentingan pegawai daripada kepentingan masyarakat.
Kuat dugaan, salah faktor penyebab besarnya belanja tidak langsung itu adalah terlalu gemuknya Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di daerah ini. Gemuknya SKPD ini dianggap menjadi sumber pemborosan anggaran.
Salah seorang anggota DPRD yang mendukung merger SKPD itu adalah I Made Yastina. Menurut Yastina, banyaknya SKPD dilingkungan Pemda Parimo telah membebani APBD. Betapa tidak, setiap SKPD meminta alokasi anggaran hingga miliaran rupiah. Bahkan diantaranya mencapai puluhan miliar. Anggaran SKPD itu dominan dialokasikan untuk belanja tidak langsung atau belanja pegawai. Misalnya, untuk anggaran operasional dan tunjangan pegawai. Maka mau tidak mau menurut anggota DPRD dari Partai Golkar ini, SKPD harus dimerger untuk menekan porsi anggaran ke belanja tidak langsung. Jika tidak, maka daerah ini bisa saja kembali mengalami devisit pada tahun-tahun berikutnya.
Anggota DPRD dari Partai Hanura, Arif Alkatiri juga mendukung perlunya merger SKPD. Menurut Arif, SKPD yang masih serumpun atau memiliki tupoksi sama, dimerger saja. Misalnya, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dimerger dengan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana atau Dinas Sosial dimerger dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi. SKPD lainnya yaitu, Bagian Ekonomi dimerger dengan Bagian Pembangunan.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD, H. Usman Yamin mengatakan, kondisi keuangan daerah saat ini tidak seimbang karena belanja pegawai lebih besar daripada belanja publik. Padahal, beberapa dinas dan kantor maupun badan, ada yang terlalu padat dan ada pula yang pekerjaannya kurang jelas.
“Jika dirampingkan otomatis porsi belanja publik dapat ditambah. Saat ini kan belanja terbesar ada di belanja pegawai, sehingga sangat tidak proporsional,” kata Usman Yamin.
Semestinya kata Usman Yamin, Kabupaten Parimo dapat mencontoh Kabupaten Jembrana Bali yang jumlah instansi hanya sekitar tujuh dinas saja.
“Mereka dapat mengefisiensikan anggarannya karena instansinya hanya sedikit,” ujarnya.
Menurutnya, dengan adanya merger instansi itu, diharapkan efektivitas kinerja sebanding dengan kemampuan anggaran yang dimiliki daerah.
“Perlu ada merger supaya tidak ada pemborosan. Tapi dengan ketentuan, merger ini tidak kontra produktif dan tidak mengganggu kinerja pemerintahan,” terangnya. (wan)

Pengurus FPPKM Dihearing

PARIGI- Anggota DPRD Parimo, Senin (25/10) menggelar rapat dengar pendapat (hearing) dengan pengurus Forum Percepatan Pembentukan Kabupaten Moutong (FPPKM).
Hearing ini terkait dengan penggunaan anggaran yang digunakan oleh pengurus FPPKM dalam menjalan aktivitasnya. Mengingat, anggaran yang digunakan itu bersumber dari APBD.
Hearing yang digelar diruang sidang DPRD tersebut, seyogyanya banyak membahas dan mempertanyakan anggaran yang digunakan FPPKM. Apalagi hearing itu dilaksanakan untuk menyahuti polemik penggunaan anggaran yang digunakan FPPKM.
Kenyataannya, rapat yang dipimpin Salmin G. Lodji selaku ketua Komisi I tersebut, hanya dominan berkutat pada keabsahan pengurus, tugas pokok dan hasil kinerja FPPKM selama ini.
Awalnya, anggota DPRD menyoal kehadiran pengurus FPPKM pada pertemuan itu yang hanya diwakili tiga orang. Pengurus FPPKM yang menghadiri pertemuan itu hanya tiga orang, yakni Latondo selaku wakil ketua, Wahid Jaona dan Farid Tombolotutu selaku wakil sekretaris. Sedangkan Ketua, Mohammad Nur Dg. Rahmatu dan Sekretaris Jenderal (Sekjend), Harun Makarama, tidak nampak.
Anggota DPRD dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Kisman DB. Sultan, mempertanyakan ketidakhadiran sebagian besar pengurus FPPKM.
“Padahal ada sekitar 30 orang pengurus inti, tapi yang hadir hanya 3 orang,” kata Kisman.
Menjawab hal itu, wakil ketua FPPKM. Latondo menyebutkan bahwa Ketua, Nur Rahmatu tidak bisa hadir karena masih berada di Jakarta. Sedangkan Sekjend, Harun Makaramah beralasan sakit.
Meski hanya dihadiri tiga orang pengurus, pertemuan itu tetap dilanjutkan. Latondo lalu membacakan Surat Keputusan (SK) pengurus lama dan baru. Tak lama kemudian, keabsahan pengurus ini disoal oleh Salmin G. Lodji.
Menurut Salmin, legalitas pengurus FPPKM ini patut dipertanyakan jika melihat struktur dan mekanisme pengangkatannya.
“SK pengurus forum ini ditanda tangani oleh pengurus itu sendiri. Apakah itu sah atau tidak,” kata Salmin dengan nada tanya.
Menurutnya, keabsahan organisasi dan pengurusnya perlu dipertanyakan karena terkait dengan anggaran yang bersumber dari APBD.
“Pengurus harus sah karena menggunakan anggaran dari APBD yang harus jelas pertanggungjawabannya,” katanya.
Mengenai SK ini menurut wakil sekretaris FPPKM, Wahid Jaona, merujuk kepada SK masa kepengurusan almarhum Sutomo Borman.
“Pada saat itu, SK FPPKM tidak dipersoalkan. Makanya kita merujuk kepada SK masa Sutomo Borman,” sebutnya seraya menjawab, sekretariat FPPKM berada di Hoel Oktaria, Kelurahan Masigi.
Mahmud Lamalanto dari LPPNRI Kabupaten Parimo, mencoba membela dengan mengatakan bahwa pengurus FPPKM legal dan telah mendapt pengakuan dari Pemda. Terbukti, FPPKM mendapat bantuan dana dari Pemda. Akan tetapi, anggota DPRD tidak puas dengan jawavban itu dan meminta, keabsahan pengurus FPPKM harus dianalisa dan dikaji terlebih dahulu.
“Kalau memang hasil analisa dan kajiannya sah, maka bisa mendapat anggaran tahun depan,” kata Salmin.
Hal lain yang dipertanyakan oleh anggota DPRD adalah sekretariat organisasi ini yang dianggap tidak jelas.
Anggota DPRD mengaku baru tahu kalau sekretariat FPPKM berada di Hotel Oktaria. Salmin lalu menugaskan rekannya, Imam Muslihun dan Sugeng Harisusanto untuk mengecek kebenaran sekretariat FPPKM di Hotel Oktaria.
Selain itu, anggota DPRD juga mempertanyakan, apa tugas pokok dari FPPKM dan hasil kinerjanya selama ini.
Latondo mencoba menjawab pertanyaan mengenai tugas pokok itu secara lisan. Namun anggota DPRD meminta jawaban secara tertulis. Ternyata Latondo tidak mampu menjawabnya.
Wahid Jaona juga mencoba menjawab dengan mengatakan bahwa tugas pokok itu diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
Namun menurut Wahid Jaona, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga itu sementara mereka rampungkan. Anehnya lagi, menurut Wahid Jaona, baru Anggaran Rumah Tangga yang baru selesai mereka rampungkan.
Kontan saja, pernyataan Wahid Jaona ini menuai reaksi anggota DPRD. Salah satunya, Arif Alkatiri, anggota DPRD dari Partai Hanura yang mengaku heran mendengar pernyataan Wahid Jaona yang menyebutkan, baru Anggaran Dasar yang selesai mereka susun.
“Seharusnya Anggaran Dasar dulu yang selesai baru Anggaran Rumah Tangga. Kok ini Anggaran Rumah Tangga sudah seleai, tapi Anggaran Dasar belum. Ini lucu,” kata anggota Fraksi Toraranga ini.
Wahid Jaona membela diri dnegan mengatakan, konsep Anggaran Dasar sudah ada, tapi belum rampung. Anggota DPRD hanya tertawa mendengar pernyataan Wahid Jaona itu.
Menyangkut hasil kinerja FPPKM, dijawab oleh Latondo. Menurut Latonda, hasil pengamatannya selama ini belum ada hasil kinerja FPPKM. Namun pernyataan Latondo ini dibantah oleh Wahid Jaona.
Menurut Wahid Jaona, sudah ada beberapa hasil kerja FPPKM. Wahid lalu menyebut beberapa hasil kerja FPPKM selama ini, diantaranya rekomendasi pembentukan tim pengkaji pemekaran dari Pemda.
“Tim pengkaji itu sudah dibentuk oleh Pemda,” sebutnya.
Wahid juga menyebut enam point hasil pertemuan FPPKM di Mepanga, beberapa waktu lalu, diantaranya kesepakatan soal batas wilayah, yakni dari Tada, Kecamatan Tinombo Selatan sampai Sejoli, Kecamatan Moutong.
Disisi lain, anggota DPRD meminta agar kepengurusan FPPKM di resuffle karena selama ini tidak efektif bekerja.
Menyangkut penggunaan anggaran yang dipolemikkan selama ini, tidak dikupas lebih jauh dalam pertemuan itu. Pengurus FPPKM yang hadir pada pertemuan itu, berjanji akan melaporkannya secara tertulis kepada DPRD. (wan)

Anggota DPRD Parimo Dukung Laporan Kegiatan Pakai Video

PARIGI- Anggota DPRD dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), H. Yusup Berahima, mendukung mekanisme yang diterapkan Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Parimo bahwa laporan pelaksanaan kegiatan fisik lapangan, harus melampirkan bukti visual dalam bentuk video.
“Jadi saya sangat mendukung saran Kadis PU mengenai mekanisme itu,” kata Yusup Berahima kepada Radar Parimo, Jumat (22/10).
Menurut Yusup Berahima, laporan kegiatan melalui video akan menunjukkan hasil yang lebih nyata tentang kondisi fisik di lapangan.
Selain itu kata Yusup, melalui video itu dapat diketahui, apakah kegiatan itu dikerjakan sesuai ketentuan atau tidak.
Manfaat lain kata dia, laporan hasil kegiatan melalui video itu dapat menjadi bahan bagi Dinas PU ketika mengikuti rapat dengar pendapat di DPRD.
“Dinas PU bisa mempresentasikan hasil laporan kegiatannya itu melalui video di depan anggota dewan. Presentasi melalui video itu tentu lebih baik daripada hanya sekadar menunjukkan bahan laporan secara tertulis,” katanya.
Ia mengatakan, pihak kontraktor harus dapat menerima mekanisme itu. Ia pun meyakini, pihak kontraktor tidak merasa terbebani bila mekanisme itu diberlakukan.
“Kontraktor kan cukup beli alat shooting. Jadi saya yakin, mereka tidak akan terbebani. Sekarang kan eranya tekhnologi,” tuturnya.
Sebelumnya, Kadis PU Parimo, Syaifullah Djafar menegaskan, mekanisme tersebut dilakukan dengan berbagai pertimbangan sekaligus langkah untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.
Salah satunya untuk lebih memperkuat laporan kegiatan pelaksanaan fisik sehingga membantu dan mempermudah proses pemeriksaan tahunan yang dilakukan oleh berbagai lembaga pemeriksa.
Selain itu, meknaisme ini juga untuk mengantisipasi tingkat kelemahan penyertaan foto dalam setiap dokumen laporan kegiatan fisik lapangan.
“Kebijakan penyertaan bukti video ini bukan hanya diberlakukan bagi kegiatan yang dikontrakkan dengan pihak rekanan saja, tetapi juga berlaku untuk kegiatan swakelola yang dilaksanakan oleh bidang-bidang yang ada di Dinas PU ini,” katanya. (wan)

Kader Binaan PKK Parimo Dilatih Mandikan Jenazah

PARIGI- Kader binaan PKK Kecamatan se-Kabupaten Parigi Moutong (Parimo) dan pengurus Karang Taruna Kelurahan dan Desa, dilatih memandikan jenazah.
Pelatihan ini digelar oleh Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Parimo di Hotel Ekonomi, Bambalemo, akhir pekan kemarin.
Ketua panitia pelaksana, Rudi Pangku mengatakan, pelatihan tersebut bertujuan meningkatkan keterampilan kader PKK dan pengurus Karang Taruna tentang tata cara memandikan jenazah.
“Sehingga nantinya, setelah selesai mengikuti pelatihan ini, para peserta dapat memberi petunjuk dan pemahaman kepada ibu-ibu yang ada di desanya mengenai tata cara memandikan jenazah,” kata Rudi Pangku.
Sedangkan Kepala Dinas Sosial Kabupaten Parimo, Sa’adon B. Lawira mengatakan bahwa pelatihan memandikan jenazah (fardhu kifayah) itu, baru pertama kali digelar Dinsos pada tahun anggaran 2010 ini.
Menurut Sa’adon, saat ini dan kedepan, instansi yang dipimpinnya itu senantiasa berupaya melaksanakan program-program pembinaan yang lebih mengarah pada pemberdayaan masyarakat, termasuk memperhatikan dan peduli terhadap masalah-masalah sosial yang terjadi ditengah masyarakat.
Hal ini kata dia, seiring dengan Visi Misi Pemerintah Kabupaten Parimo yakni menciptakan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera.
Sementara peserta yang mengikuti kegiatan ini terlihat sangat antusias. Mereka nampak begitu serius mengikuti materi yang disampaikan oleh Hj. Nuraeni Damar yang menjadi instruktur pada pelatihan itu. Setelah menerima materi, para peserta langsung praktek.
Nuraeni Damar memberikan apresiasi positif terhadap kegiatan yang dilaksanakan oleh Pemda melalui Dinsos tersebut. Mengingat kegiatan seperti biasanya hanya dilaksanakan oleh Yayasan. Harapannya, kegiatan seperti itu dapat dilaksanakan kembali oleh Pemda pada tahun-tahun berikutnya.
“Mudah-mudahan kegiatan ini dapat dilaksanakan kembali pada tahun berikutnya,” harap Sekretaris panitia, Ilham Haju, menyahuti harapan Nuraeni Damar. (wan)

Anggota DPRD Sulteng Konsultasi Publik di Parimo

PARIGI- Sejumlah anggota DPRD Sulteng dari Badan Legislasi (Banleg) melakukan konsultasi publik dengan mensosialisasikan Raperda Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan di aula Bappeda Parimo, belum lama ini.
Anggota DPRD Sulteng yang melaksanakan sosialisasi tersebut adalah Taswin Borman, Andi Parenrengi, Zainal Daud dan salah seorang pendamping dari PBHR Sulteng, Muammar Koloi.
Andi Parenrengi pada pertemuan itu menjelaskan, Raperda yang mereka sosialisasikan itu lahir dari inisiatif anggota DPRD yang tergabung dalam Banleg. Raperda itu, dibuat dengan berdasarkan amanat peraturan perundang-undangan.
Menurut Andi Perenrengi, di daerah lain, Raperda Tentang Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan ini sudah banyak dibentuk menjadi Perda. Bahkan telah dimplementasikan dan menjadi rujukan dalam perencanaan pembangunan. Raperda itu kata Andi Parenrengi, juga sensitif konflik dan gender.
“Perempuan perlu dilibatkan secara aktif dalam proses perencanaan pembangunan sebagaimana diatur dalam Raperda ini,” tutur anggota DPRD dri PKS tersebut.
Sedangkan Taswin Borman, mengatakan, secara khusus Raperda itu mengatur tentang partisipasi dan peran serta masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan.
Menurut anggota DPRD dari PKPI ini, tidak boleh ada program yang dirancang Pemerintah daerah (Pemda) yang muncul dengan tiba-tiba dan baru diketahui masyarakat. Program itu tidak boleh tiba masa tiba akal atau dadakan.
“Jadi sejak awal, masyarakat sudah dilibatkan dalam perencanaan pembangunan. Kalau ada program yang tidak diketahui masyarakat tapi muncul, maka ada sanksinya dan diatur dalam Raperda ini,” kata Taswin yang juga dijelaskan Zainal Daud dari PKB.
Kegiatan ini dibuka oleh Bupati yang diwakili Asisten I Setda, Natsir Tandju dan diikuti anggota DPRD Parimo, Kepala Bappeda, Riesman T. Pokay serta sejumlah pejabat SKPD lainnya. (wan)

Rabu, 20 Oktober 2010

Anggota DPRD Dapil Parimo Perlu Dilibatkan

Bahas Proses Pembentukan Kabupaten Moutong
PARIGI- Proses percepatan pembentukan Kabupaten Moutong belum menemui titik terang. Bahkan, proses perjuangan pembentukan kabuapten ini masih berkutat pada perdebatan letak ibukota dan konflik kepentingan. Terakhir, anggaran yang digunakan Forum Perjuangan Pembentukan Kabupaten Moutong (FPPKM) dipolemikkan. Bahkan, FPPKM oleh sejumlah oragnisasi lainnya dituntut untuk dibubarkan.
Anggota DPRD Sulteng, Taswin Borman, kepada Radar Parimo, Selasa (19/10) mengaku prihatin dengan munculnya beberapa persoalan dibalik proses perjuangan pembentukan Kabupaten Moutong itu.
Taswin mengkhawatirkan, persoalan atau polemik itu akan menghambat proses percepatan pembentukan Kabupaten Moutong.
Menurut Taswin, seyogyanya polemik itu tidak perlu ada. Semua elemen harus bergerak bersama mempercepat pembentukan Kabupaten ini.
“Tidak perlu dipersoalkan kepengurusan FPPKM itu. Apalagi mau menuntut dibubarkan. Makin banyak organisasi, makin bagus. Yang penting tujuannya satu yaitu mempercepat pembentukan Kabupaten Moutong,” tuturnya.
Mantan Sekkab Parimo ini menyarankan, intensitas pertemuan yang membahas pembentukan Kabupaten Moutong perlu ditingkatkan. Bila perlu, tujuh anggota DPRD Sulteng Dapil Parimo dihadirkan untuk membahas proses percepatan pembentukan Kabupaten Moutong. Tujuh anggota DPRD Sulteng Dapil Parimo yang dimaksud itu adalah Taswin Borman (PKPI), Andi Parenrengi (PKS), Erwin Burase (Golkar), Nawasi S. Kilat (Demokrat) Amrullah SK. Almahdaly (PKPB), I Nyoman Slamet (PDI) dan Listiawati (Gerindra).
“Undang kami tujuh orang di DPRD Sulteng ini menjadi narasumber. Tidak usah dibiayai. Nanti kami pake biaya sendiri datang kemari,” ujarnya.
Bahkan Taswin menyarankan untuk mengundang beberapa anggota DPR RI atau anggota DPD RI dari Dapil Sulteng untuk menjadi narasumber dalam sebuah kegiatan yang membahas pembentukan Kabupaten Moutong.
“Undang mereka. Kita diskusi, untuk mencari tahu apa-apa saja yang perlu dipersiapkan dalam mempercepat pembentukan Kabupaten Moutong,” ujarnya.
Lanjut Taswin mengatakan bahwa ia bersama beberapa anggota DPRD Sulteng lainnya sudah pernah menyampaikan masalah pembentukan Kabupaten Moutong itu kepada Gubernur Paliudju.
Menurutnya, Gubernur Paliudju saat itu memberikan respon positif. Bahkan Gubernur saat itu kata Taswin, tidak menyebut Kabupaten Moutong tapi Kabupaten TTM (Tinombo Tomini Moutong). (wan)

Longki : Perguruan Tinggi di Sulteng Patut Diberdayakan

PARIGI- Bupati Longki Djanggola mengatakan, Perguruan Tinggi di Sulawesi Tengah patut diberdayakan sehingga mampu menghasilkan penelitian dan pengembangan secara berkualitas, implementatif dan tepat waktu, khususnya dalam mengawal jalannya proses pembangunan.
Hal itu dipaparkan Bupati Longki Djanggola ketika menjadi narasumber dalam Seminar dan Lokakarya Penelitian dan pengabdian kepada Masyarakat Tahun 2010 di Universitas Tadulako (Untad), Senin (11/10) lalu.
Bupati Longki dalam seminar dan lokakarya itu mengulas materi tentang Mensinergikan Pemerintah Daerah  dan Perguruan Tinggi dalam Pembangunan.
Bupati Longki dalam pemaparannya menguraikan, sinergi antar pemerintah daerah maupun dengan dunia usaha dan masyarakat perlu diperkuat dengan keterlibatan perguruan tinggi.
Menurut Bupati Longki, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, perlu dukungan kepakaran perguruan tinggi. Tujuan yang hendak dicapai kata Longki, adalah untuk mensinergikan kebijakan dan program pemerintah daerah, kepakaran perguruan tinggi, kearifan lokal masyarakat dalam mengangkat potensi yang dimilikinya.
Sinergisme ini kata dia, diharapkan dapat meningkatkan PAD sehingga secara tidak langsung meningkatkan mutu pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
“Disinilah perguruan tinggi ikut mengambil peran secara aktif sebagai perwujudan tri dharma perguruan tinggi,” kata Bupati Longki yang didampingi Kepala Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) Parimo, Riesman T. Pokay, saat memaparkan materinya.
Lanjut Longki mengatakan, perguruan tinggi dapat ikut memerankan diri sebagai pendamping program dan kegiatan Pemda.
Ia menyebutkan, sejak Kabupaten Parimo berdiri, hingga saat ini telah melakukan kerjasama dengan perguruan tinggi diantaranya, pelatihan RASK/DASK, Penyusunan RPJP Tahun 2005-2025, Master Plan Kesehatan, Penelitian Kualitas Air, Penyusunan RPJM 2008-2013, Pelatihan Standart Operating Procedure (SOP dan Penyusunan Indikator Ekonomi Daerah. (wan)

Pansus I Donggala Temui BK DPRD Parimo

Bahas Kode Etik
PARIGI- Panitia Khusus (Pansus) I DPRD Kabupaten Donggala yang membahas kode etik, Rabu (13/10) mengunjungi gedung DPRD Parimo. Tujuannya, untuk membahas Kode etik yang mereka adopsi dari DPRD Kabupaten Parimo.
Pansus I DPRD Donggala yang dipimpin Soraya Sultan ini diterima anggota Badan Kehormatan (BK) DPRD Parimo yang dipimpin Mubin Abidin.
Mereka menggelar pertemuan diruang sidang DPRD dan membahas beberapa materi kode etik.
Anggota Pansus I DPRD Donggala ini, meminta penjelasan tentang beberapa materi atau pasal demi pasal yang telah diatur dalam kode etik DPRD Kabupaten Parimo. Salah satu item dari kode etik yang mereka bahas, menyangkut konflik kepentingan. Mereka juga mengkritisi beberapa materi kode etik yang telah ditetapkan DPRD Parimo.
Ketua BK DPRD Parimo, Mubin Abidin lalu menjelaskan panjang lebar mengenai kode etik yang telah ditetapkan menjadi Perda ini. Begitupun halnya dengan anggota BK DPRD Parimo lainnya turut memberikan penjelasan mengenai kode etik tersebut. Akhirnya anggota Pansus I DPRD Donggala ini dapat memahami sehingga akan menjadi modal untuk kembali membahas kode etik. Mereka juga mempertanyakan tata beraca dalam pelaksaan kode etik.
Pertemuan yang dimulakan sekitar pukul 13.30 wita ini, tidak berlangsung lama dan anggota Pansus I DPRD Donggala langsung pulang.
Mubin Abidin kepada Radar Parimo, mengatakan, antara BAB dan pasal dalam materi kode etik yang dibahas anggota Pansus I DPRD Donggala ada yang tidak sinkron.
“Akhirnya kami dapat menjelaskan kepada mereka bahwa BAB dan pasalnya tidak sinkron. Artinya mereka harus memperbaiki BAB kode etiknya khusunya yang mengatur tentang konflik kepentingan,” jelas Mubin.
Menyangkut tata beracaranya, menurut Mubin, belum dapat mereka jelaskan. Karena DPRD Parimo belum menyusun tata beracara dalam melaksanakan kode etik.
Menurut Mubin, tata beracara dalam melaksanakan kode etik ini akan mereka ajukan pada masa persidangan ketiga ini untuk dibahas.
“Jika tidak memungkinkan pada masa persidangan III Tahun 2011 ini, paling lambat kita usulkan pada masa persidangan I Tahun sidang 2011,” urainya. (wan)

Sejumlah Konsultan DAK Terancam Jadi Tersangka

PARIGI- Kejaksaan Negeri  (Kejari) Parigi terus mengembangkan penyelidikan terhadap kasus dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan APBD Kabupaten Parimo Tahun 2009.
Pihak Kejari Parigi, pekan kemarin, telah memeriksa lima orang Kepala Sekolah Dasar (SD) penerima DAK Pendidikan 2009 diwilayah Kecamatan Parigi. Kini, Jaksa membidik para konsultan. Jaksa menemukan adanya indikasi ketidakberesan dengan keterlibatan sejumlah konsultan dalam dugaan korupsi proyek rehab 168 SD. Bahkan mereka terancam dapat dijadikan tersangka dalam kasus ini.
Informasi yang dihimpun di kantor Kejari Parigi menyebutkan bahwa diantara mereka disinyalir tidak memiliki sertifikasi konsultan. Keterangan dari para kepala sekolah yang telah diperiksa oleh Jaksa juga menyebutkan bahwa mereka tidak pernah turun lapangan, tapi orang lain yang mengaku konsultan.
Anehnya dalam pencairan anggaran, mereka ini diduga mempunyai peranan besar. Sehingga kapasitas mereka akan dipertanyakan dalam pencairan anggaran tersebut.
Bukan itu saja, para konsultan tersebut diduga kuat telah merekayasa perhitungan proyek rehab sekolah yang menyebabkan ketidakseragaman pada Rincian Anggaran Belanja (RAB) rehab sekolah.  
Banyak sekolah yang tidak seragam RAB-nya. Contohnya, SDN Kampal yang berada di Kota Parigi mendapatkan alokasi anggaran hingga Rp 350 juta hanya untuk rehab dua ruang kelas. Anehnya, sejumlah sekolah yang berada jauh di luar kota Parigi, justru mendapat alokasi anggaran lebih sedikit atau hanya sekitar Rp250 juta dengan beban pekerjaan yang lebih besar yakni rehab tiga ruang kelas. Padahal seharusnya, sekolah yang berda di luar kota justru mendapatkan alokasi anggaran yang lebih besar, karena jaraknya yang jauh.
Kepala Seksi (Kasi) Pidsus Kejari Parigi, Samsul Bahri Sanusi, ketika dikonfirmasi diruang kerjanya, Rabu (12/10) mengatakan bahwa mereka yang disebut sebut sebagai konsultan tersebut akan dipanggil untuk dimintai keterangannya.
Menurut Samsul, pihaknya masih akan menelusuri kebenaran kapasitas beberapa nama yang mengaku sebagai konsultan.
“Para konsultan ini akan kami panggil. Yah, tidak menutup kemungkinan mereka dapat dijadikan tersangka dalam kasus ini,kata Samsul singkat.
10 orang konsultan yang akan dipanggil itu adalah I Gde Rai Basuki, Damran, Ucok, Is Makarama, M. Mamun, Mohammad Amir, Anwar Saing, Nasrun Sunuh, Isman Tantu dan Isra.
Sebelumnya Kejari Parigi telah memeriksa 12 orang Kepsek. Masing-masing, tujuh orang Kepsek dari wilayah Kecamatan Kasimbar dan lima orang Kepsek dari Kecamatan Parigi. (wan)

Selasa, 19 Oktober 2010

Mantan Kabag Perlum Dirutankan

PARIGI- Setelah melewati proses penyidikan yang cukup lama, pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Parigi, Selasa (12/10) akhirnya resmi menetapkan Anwar Yabi sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana Bagian Perlum Setda senilai Rp275 juta.

Setelah ditetapkan jadi tersangka, Anwar Yabi yang merupakan mantan Kabag Perlum Setda langsung di tahan di Rutan Olaya, Kecamatan Parigi.

Sebelum ditetapkan menjadi tersangka, Anwar Yabi yang memakai baju dinas warna coklat tua menjalani pemeriksaan diruang Kepala Seksi (Kasi) Pidana Khusus (Pidsus) Samsul Bahri Sanusi SH, sekitar pukul 14.50 wita. Saat diperiksa, Anwar Yabi didampingi Penasehat Hukumnya (PH) Osgar S. Matompo SH, MH. Setelah menjalani pemeriksaan beberapa saat, Anwar Yabi terlihat keluar ruangan dan merokok di depan ruang piket sekitar pukul 15.15 wita. Raut wajah Anwar Yabi terlihat begitu tegang saat mengisap rokoknya seraya menonton Televisi.

Tak lama kemudian, pengacaranya Osgar S. Matompo memanggilnya untuk kembali masuk ruangan Kasi Pidsus. Sekitar pukul 15.45 wita, Anwar Yabi keluar ruangan Kasi Pidsus  bersamaan dengan pengacaranya, Osgar S. Matompo. Ternyata Anwar Yabi langsung digiring ke Rutan Olaya dengan menaiki mobil dinasnya bernomor polisi DN 1109 SG yang dikawal oleh Kasi Pidsus Samsul Bahri dan salah seorang staf Kejaksaan. Anwar Yabi tiba di Rutan Olaya sekitar pukul 16.05 wita. Setelah itu, masuk ke ruangan Rutan. Anwar Yabi terlihat mencoba menghindari sorotan kamera. Anwar Yabi nampaknya terlihat gerah ketika terus disorot dengan kamera. Ia lalu mendekati wartawan media ini dan meminta untuk tidak dipotret.
“Tidak usah di foto saya ini kasian. Tidak ada apa-apa saya ini,” kata Anwar Yabi yang saat ini menjabat sebagai Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Kesra.
Anwar Yabi kepada wartawan, mengaku tidak pernah mencicipi uang yang diduga telah di korupsi tersebut.
“Satu sen pun tidak ada saya makan uang ini. Haram kalau ada saya makan. Saya sudah dua kali dipanggil bupati untuk klarifikasi masalah ini,” tutur mantan Asisten III Setda ini.
Tak lama kemudian, Anwar Yabi melakukan registrasi di meja petugas Rutan dan di salah satu ruangan Rutan lainnya. Selanjutnya, Anwar Yabi dimasukkan ke kamar tahanan.
Penahanan Anwar Yabi ini dilakukan setelah dua terdakwa kasus yang sama, yakni mantan bendahara Perlum Setda, Raisman dan mantan Kasubag TU Pimpinan Lode MSi saat dilaksanakannya sidang di Pengadilan Negeri (PN) Parigi belum lama ini, menyebutnya sebagai salah satu oknum yang lebih bertanggung jawab atas terjadinya kasus dugaan korupsi tersebut.
Dihadapan majelis hakim yang diketuai oleh Dony Hardianto SH tersebut, terdakwa Raisman selaku bendahara, mengaku melakukan pencairan dana milik Perlum di Bank BPD Sulteng. Pencairan dana itu menurutnya dilakukan sebanyak dua kali yakni pada tanggal 2 Januari 2007 sebesar Rp200 juta dan tanggal 8 Januari 2008 sebesar Rp1 miliar lebih seperti yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Namun inisiatif untuk melakukan pencairan itu kata Raisman, bukan kemauannya melainkan Kabag Perlum yakni Anwar Yabi.
Sedangkan Lode pada persidangan itu menuturkan bahwa dia dimintakan oleh Kabag Perlum Anwar Yabi untuk membuat laporan pertanggung jawaban tersebut setelah didesak oleh pihak BPK. Padahal sebenarnya membuat laporan pertanggung jawaban bukanlah tugasnya, melainkan tugas dari bendahara atas rincian dari pelaksana kegiatan yakni bagian RT. Namun karena Anwar Yabi pimpinan, sehingga ia tidak berani membangkang. Jika tidak dilaksanakan berarti tidak loyal kepada atasan.
Setelah itu, Ahlan selaku PPTK atas kegiatan dibagian yang dipimpinnya tersebut (bagian RT, red) langsung datang kepadanya membawa jumlah rincian kegiatan RT sekitar Rp274 juta yang harus dibuatkan laporan pertanggungjawabanya. Padahal kata dia, kegiatan itu berada di sub bagian RT.
Selain itu, Lode sebenarnya juga sudah mengetahui bahwa rincian yang diserahkan oleh Ahlan dan sudah ditandatangani oleh Anwar Yabi tersebut adalah fiktif. Karena seluruh kegiatan yang masuk dalam rincian tersebut diduga tidak ada yang terlaksana. Sebab anggarannya sudah tidak ada. Atas perintah Anwar Yabi, sehingga ia berani membuat LPJ fiktif. Bahkan ia sudah dua kali dipaksa dan dimarah-marah Kabag untuk segera menyelesaikan LPJ fiktif tersebut. Setelah itu ia langsung membawa LPJ itu kepada pihak BPK, namun sampai di Palu ditolak oleh BPK dengan alasan sudah terlambat.  Ia mengakui LPJ yang fiktif itu baru terselesaikan sekitar Rp239 juta. Sedangkan sisanya belum bisa dibuatkan LPJ. (wan)

Hearing Libatkan Semua Unsur SKPD

PARIGI- Ada hal menarik yang terlihat pada saat rapat dengar pendapat (hearing) yang digelar Komisi III DPRD Parimo bersama Dinas Pekerjaan Umum (PU). Semua pejabat eselon di Dinas PU datang menghadiri hearing yang berlangsung selama tiga hari di ruang sidang DPRD, terhitung sejak Rabu (6/10) sampai Jumat (8/10). Bahkan beberapa staf ikut diboyong oleh Kepala Dinas (Kadis) PU, Syaifullah Djafar untuk mengikuti hearing tersebut.
Pada hari pertama, Syaifullah memboyong kurang lebih 20 orang jajarannya untuk menghadapi enam anggota Komisi III yang dipimpin Yusup Berahima. Tak ayal, deretan  kursi anggota dewan di sebelah kiri, semua dipenuhi pegawai Dinas PU.
Begitupun pada hari kedua, ada sekitar 19 orang jajaran Dinas PU yang ikut menghadiri hearing menghadapi kurang lebih tujuh anggota Komisi III. Pada hari ketiga atau hari terakhir, kondisinya juga hampir sama.
Kepala Dinas PU, Syaifullah Djafar mengaku sangat mendukung hearing yang digelar Komisi III dengan melibatkan semua jajarannya. Apalagi kata Syaifullah, sebelumnya ia tidak menggelar pertemuan dijajarannya dalam rangka menghadapi hearing tersebut.
Menurut Syaifullah, pertemuan yang digelar dengan melibatkan semua level di Dinas PU akan membuat pertemuan itu berlangsung secara alamiah dan terbuka.
“Selain itu, semua level di dinas ini bisa mendengar tuntutan masyarakat yang disampaikan melalui Komisi III,” kata Syaifullah.
Menurutnya, kalau hanya Kadis dan Kabid yang hadir, mungkin saja ada informasi yang tidak sampai ke tingkat seksi.
Disisi lain kata dia, anggota DPRD juga bisa memahami kendala-kendala yang dihadapi sampai di level paling bawah di Dinas PU.
Ia mengatakan, heairng seperti itu sangat baik dan bermanfaat. Ia mengharapkan, pertemuan seperti itu bisa menjadi tradisi di DPRD.
“Banyak masukan konstruktif bagi kami di Dinas PU untuk melaksanakan tugas dan fungsinya melalui pertemuan seperti ini,” ujarnya.
Ketua Komisi III, Yusup Berahima kepada Radar Parimo, mengaku akan membudayakan pertemuan yang melibatkan semua unsur di setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
“Jadi bukan hanya Dinas PU, tapi semua SKPD yang menjadi mitra kerja Komisi III akan diundang menghadiri pertemuan dengan melibatkan semua pejabat, mulai dari Kadis, Kabid sampai kepala seksinya,” kata Yusup Berahima.
Sementara, wakil ketua DPRD, H. Usman Yamin, memberikan apresiasi positif terhadap hearing yang digelar Komisi III yang melibatkan semua unsur di Dinas PU.
Usman Yamin mengaku setuju bila Komisi III juga melakukan hal serupa pada saat menggelar hearing dengan mitra kerja lainnya.
Ia juga menginginkan agar Komisi lainnya dapat mengikuti langkah Komisi III tersebut ketika ingin menggelar hearing.
Menurut dia, pertemuan yang digelar seperti itu untuk mengetahui sejauhmana pengetahuan masing-masing unsur di SKPD itu. Selain itu, untuk mengetahui, apakah pimpinan SKPD telah mendistribusikan pekerjaan kepada bawahannya.
“Karena disinyalir, ada pimpinan SKPD yang enggan mendistribusikan pekerjaan kepada bawahannya. Cara seperti ini ibarat manajemen tukang sate. Dampaknya, pekerjaan yang harus segera diselesaikan seperti penyusunan RKA harus menjadi molor karena pimpinan tidak mendistribusikan pekerjaan kepada bawahannya,” tuturnya. (wan)

Merger Instansi Pemda Diwacanakan

PARIGI- Dinilai terlalu gemuk dan menjadi sumber pemborosan anggaran, Pemerintah daerah (Pemda) diminta dapat mengusulkan Revisi Perda yang mengatur Tentang Susunan Organisasi Tata Kerja Lembaga Dinas maupun Badan. Revisi Perda itu dimaksudkan agar Pemda dapat melakukan penggabungan alias merger instansi yang dianggap masih serumpun.
Wacana merger itu dikemukakan Wakil Ketua DPRD, H. Usman Yamin kepada Radar Parimo, Rabu (6/10) diruang kerjanya.
Saat ini, jumlah instansi dilingkungan Pemda Parimo terlalu gemuk dan menghabiskan banyak anggaran. Selain terlalu gemuk, kondisi keuangan daerah saat ini kata Usman Yamin, tidak seimbang karena belanja pegawai lebih besar daripada belanja publik.
Padahal kata dia, beberapa dinas dan kantor maupun badan, ada yang terlalu padat dan ada pula yang pekerjaannya kurang jelas.
“Jika dirampingkan otomatis porsi belanja publik dapat ditambah. Saat ini kan belanja terbesar ada di belanja pegawai, sehingga sangat tidak proporsional,” kata Usman Yamin.
Semestinya kata Usman Yamin, Kabupaten Parimo dapat mencontoh Kabupaten Jembrana Bali yang jumlah instansi hanya sekitar tujuh dinas saja.
“Mereka dapat mengefisiensikan anggarannya karena instansinya hanya sedikit,” ujarnya.  
Menurutnya, dengan adanya merger instansi itu, diharapkan efektivitas kinerja sebanding dengan kemampuan anggaran yang dimiliki daerah.
“Perlu ada merger supaya tidak ada pemborosan. Tapi dengan ketentuan, merger ini tidak kontra produktif dan tidak mengganggu kinerja pemerintahan,” terang Usman Yamin.
Ia menyadari, merger instansi itu akan memberikan konsekuensi terhadap pejabat eselon.  Dipastikan, ada pejabat eselon yang akan kehilangan jabatan.
“Nantinya akan banyak sekali pejabat eselon II hingga IV yang tak lagi memiliki jabatan struktural,” katanya.
Menurutnya, konsekuensi itu mau tidak mau harus dapat diterima pejabat eselon, demi efisiensi anggaran dan kepentingan masyarakat.
“Banyak kepentingan masyarakat yang terabaikan karena anggaran lebih banyak tersedot ke belanja pegawai seperti tunjangan jabatan,” tuturnya.
Ia mengatakan, bila instansi dapat dirampingkan, maka anggaran yang sebelumnya lebih dominan kepada belanja pegawai dapat dialokasikan ke belanja publik demi kepentingan masyarakat. Begitupula dengan pejabat eselon, pada saat instansi dirampingkan maka persaingan akan semakin ketat untuk menduduki jabatan tertentu. Dengan demikian kata dia, pejabat eselon tentu harus dapat menunjukkan kompetensinya bila mau dipercaya memegang jabatan tertentu.
“Jika orang yang memegang jabatan itu adalah orang yang memiliki kompetensi, tentu kinerjanya akan lebih efektif. Anggaran pun menjadi lebih efisien,” urainya.
Ketua DPRD, Mohammad Taufik Borman juga mengaku setuju bila instansi yang ada saat ini dapat dimerger.
Ia mencontohkan, Dinas Sosial dapat dimerger dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dimerger dengan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana. Begitupula dengan beberapa instansi lainnya yang serumpun sudah perlu dimerger demi efisiensi dan efektivitas anggaran. (wan)

Dipangkas TAPD, Anggaran Jamkesda Tersisa Rp161 Juta

PARIGI- Anggaran Jamkesda senilai Rp2,1 miliar lebih yang diusulkan Dinas Kesehatan (Dinkes) pada tahun 2011 dipangkas oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Pemangkasan ini membuat pihak Dinkes mengeluh. Betapa tidak, TAPD memangkas anggaran Jamkesda itu hingga tersisa Rp161 juta.
“Pemangkasan anggaran Jamkesda ini merupakan keluhan pihak Dinkes kepada kami di Komisi IV,” kata anggota Komisi IV DPRD, Mubin Abidin kepada sejumlah wartawan di ruang kerja Ketua DPRD, Rabu (6/10).
Menurut Mubin Abidin, pemangkasan anggaran Jamkesda ini sangat mengkhawatirkan. Tahun lalu saja, anggaran Jamkesda yang mencapai Rp2,1 miliar, tidak cukup memenuhi kepentingan warga miskin dalam mendapatkan pelayanan kesehatan.
“Sedangkan anggaran sebesar Rp2,1 miliar saja tidak cukup, apalagi hanya Rp161 juta. Padahal ini untuk kepentingan masyarakat miskin. Kalau anggaran tidak mendukung tentu pelayanan bagi kesehatan masyarakat miskin tidak akan maksimal,” kata Mubin.
Langkah pemangkasan anggaran Jamkesda itu menurut Mubin, menunjukkan ketidakberpihakan Pemda khususnya TAPD terhadap kepentingan masyarakat miskin.
Bahkan Mubin menganggap langkah TAPD itu bertentangan dengan visi misi bupati yang memprioritaskan sektor kesehatan.
“Apakah TAPD tidak melihat visi misi bupati sehingga harus memangkas anggaran Jamkesda sebesar ini,” keluhnya.
Ia berharap, anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD dapat memberikan perhatian serius terhadap anggaran Jamkesda itu pada saat membahas APBD Tahun 2011. Paling tidak kata dia, Banggar dapat mempertahankan anggaran Jamkesda pada tahun sebelumnya.
Ketua DPRD, Taufik Borman dan Wakil Ketua DPRD, H. Usman Yamin juga mengaku prihatin dengan pemangkasan anggaran Jamkesda itu.
Keduanya mengaku akan memberikan perhatian serius terhadap anggaran Jamkesda itu pada saat pembahasan APBD 2011.
Sementara, Kepala Bappeda Parimo yang juga Sekretaris TAPD, Riesman T. Pokay yang dikonfirmasi mengenai hal ini mengatakan, masalah itu perlu dibicarakan terlebih dahulu dengan Bupati.
“Karena kami di TAPD bekerja sesuai aturan dan petunjuk pimpinan daerah. Kami tidak punya kewenangan membagi-bagi anggaran begitu saja,” katanya singkat. (wan)

Usai Kepsek, Giliran Konsultan DAK Akan Diperiksa

PARIGI- Kejaksaan Negeri (Kejari) Parigi terus mengusut kasus dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan Kabupaten Parimo Tahun 2009.
Setelah memeriksa dan memintai keterangan tujuh orang Kepala Sekolah Dasar (SD) penerima DAK tahun 2009 di wilayah Kecamatan Kasimbar, Rabu (29/) pekan kemarin,  pihak Kejari Parigi kembali memanggil lima orang Kepsek SD penerima DAK 2009 di wilayah Kecamatan Parigi.
Lima Kepala SD penerima DAK 2009 di Kecamatan Parigi yang dipanggil itu masing-masing, Kepala SDN Lebo, Kepala SD Trans Olaya, Kepala SDN 04 Parigi, kepala SD Inpres II Bantaya dan Kepala SDN Inpres I Bantaya. Mereka diminta memneuhi panggilan itu sejak, Selasa (5/10) kemarin hingga Kamis (7/10) pekan ini.
Pantauan di Kantor Kejari Parigi, Selasa kemarin, hinggal pukul 14.00 Wita, baru kepala SDN Lebo yang datang memenuhi pemanggilan Jaksa. Kepsek SDN Lebo yang datang sekitar pukul 9.30 Wita, langsung diperiksa oleh Kasi Datun Kejari Parigi, I Putu Sauca Tosan di ruang Pidsus. Sedangkan Kepala sekolah lainnya belum nampak.
Informasi yang berhasil dihimpun dari Kantor Kejari Parigi menyebutkan bahwa setelah Kepsek, maka pekan depan, giliran 10 konsultan rehab SD  Penerima DAK 2009 yang akan diperiksa. Adapun 10 orang konsultan yang akan diperiksa itu adalah I Gde Rai Basuki, Damran, Ucok, Is Makarama, M. Makmun, Moh Amir, Anwar Saing, Nasrun Sunuh, Isman Tantu dan Isra.
Kepala Seksi Pidsus Kejari Parigi, Samsul Bahri, yang ditanya soal perkembangan penyelidikan kasus dugaan korupsi DAK, masih enggan berkomentar.
“Kami belum bisa berkomentar, karena kami masih dalam tahap penyelidikan,” ujarnya singkat. (wan)

Pengawasan DPRD Parimo Tidak Terencana

PARIGI- Pelaksanaan pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), selama ini masih reaktif, sporadis, tanpa terencana dan tersistem. Hal itu dikarenakan standar pengawasan, sistem dan prosedur serta administrasi pengawasan belum tersusun dengan baik.
Akibatnya, pengawasan menjadi tidak terarah dan sporadis, sehingga produk yang dihasilkan belum dijamin kualitasnya.
Demikian dikemukakan jucu bicara Fraksi Toraranga, Gunawan Efendi, dalam rapat paripurna sikap akhir fraksi DPRD, Senin (4/10).
Fraksi Toraranga sebut Gunawan, menyarankan agar fungsi pengawasan DPRD seyogyanya sudah memiliki agenda yang meliputi, apa, siapa yang akan diawasi, mengapa harus diawasi serta kapan dan bagaimana pengawasan tersebut dilakukan.
Fraksi Toraranga menganggap sebagian wakil rakyat belum memandang pengawasan sebagai proses manajerial dan politik yang memerlukan langkah-langkah perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian. Karena pengawasan yang tidak sesuai ranahnya akan memberi dampak bagi ruang lingkup pengawasan menjadi terabaikan, terjadinya duplikasi pengawasan dengan lembaga pengawas lainnya, kurangnya mutu pengawasan dan pengawasan tidak efektif.
Olehnya, Fraksi Toraranga kata Gunawan, menyarankan agar kedepan, DPRD harus memiliki Peraturan Daerah (Perda) Tentang Standar, Sistem dan Prosedur Baku Pengawasan seperti yang telah dilakukan daerah-daerah lain yang lebih dulu maju. Misalnya, Kota Gorontalo dan kota-kota lainnya. (wan)

SKPD Tidak Boleh Potong Kompas

PARIGI- Kepala Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Riesman T. Pokay, mengingatkan kepada seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) agar tidak potong kompas atau secara pihak melakukan lobi anggaran kepada anggota DPRD.
Peringatan Riesman itu terkait dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2011.
Menurut Riesman, setiap Rencana Kegiatan dan Anggaran (RKA) SKPD yang akan dibahas oleh Badan Anggaran (Banggar) DPRD harus melalui Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
“RKA SKPD harus dibahas dulu oleh TPAD. SKPD tidak boleh potong kompas atau langsung melobi ke DPRD,” kata Riesman kepada Radar Parimo, Senin (4/10).
Selain itu, Riesman juga mengaku mendukung pernyataan Bupati Longki Djanggola dalam rapat paripurna kemarin, yang meminta kepada setiap SKPD agar segera merampungkan RKA tahun 2011 sebelum dibahas ditingkat TAPD dan Banggar DPRD. “SKPD secepatnya harus segera menyetor RKA tersebut sebelum dibahas,” katanya.
Menurut Riesman, TAPD sudah menindaklanjuti permintaan bupati itu dengan menggelar rapat kemarin sore di ruang kerja Sekretaris Kabupaten (Sekkab). Secara umum, rapat itu membahas APBD Tahun 2011.
Langkah TAPD itu kata Riesman juga menindaklanjuti permintaan anggota DPRD agar SKPD proaktif menyelesaikan RKA masing-masing sehingga proses pembahasan APBD Tahun 2011 ditingkat Banggar bisa lebih cepat.
Ia mengingatkan, dalam penyusunan APBD Tahun 2011 merujuk kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 37 Tahun 2010. Terkait hal itu, bila ada SKPD yang memiliki program dan kegiatan sama, maka salah satunya akan dihapus.
“Misalnya, ada SKPD yang memprogramkan penanggulangan bencana. SKPD lain juga memprogramkan hal serupa. Maka sesuai Permendagri itu, salah satu program di SKPD tersebut  akan dihapus,” tegasnya. (wan)

Tujuh Kepsek Tak Indahkan Panggilan Jaksa

PARIGI- Tujuh Kepala Sekolah Dasar (SD) tak mengindahkan panggilan pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Parigi untuk dimintai keterangannya seputar proyek rehab yang dibiayai melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan Tahun 2009.
Ketujuh Kepsek tersebut adalah Kepala SDN Amalalang, Kepala SDN Silampayang, Kepala SDK TSM Posona, Kepala SDK Peningka, Kepala SD Inpres Despot Posona, Kepala SD Alkhairaat Donggulu dan Kepala SD Alkhairaat Kasimbar Selatan.
Padahal ketujuh Kepsek yang berasal dari wilayah Kecamatan Kasimbar  ini telah disurati oleh pihak Kejaksaan sejak Selasa (31/8) lalu untuk dapat memenuhi panggilan itu ke Kantor Kejari Parigi, Kamis (2/9).
Kepala Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Parigi, Samsul Bahri, kepada wartawan mengaku tidak tahu apa asalan ketujuh Kepsek tersebut enggan memenuhi panggilan itu. Padahal surat panggilan tersebut kata Samsul, telah sampai ke tangan para Kepsek yang dipanggil.
Menurut Samsul, pihaknya akan kembali mencoba melayangkan surat panggilan kedua kepada para Kepsek tersebut.
“Belum ada upaya paksa dalam panggilan ini karena kami masih pada tahap penyelidikan,” katanya.
Namun demikian kata Samsul, status kasus ini akan ditingkatkan ke tahap penyidikan meski para Kepsek yang dipanggil tetap mangkir dari panggilan.
Jika pada tahap penyidikan para Kepsek itu tenryata tetap mangkir setelah tiga kali dipanggil, maka pihaknya baru akan dijemput paksa.
Pihak Kejari  Parigi mulai melakukan penyelidikan terhadap dugaan korupsi proyek rehabilitasi SD yang dibiayai DAK Pendidikan Tahun 2009 ini setelah mendapat persetujuan dari Kejati Sulteng.
Menurut Samsul, setelah Kepsek, maka pihak lain yang akan menyusul dipanggil adalah Kepala Dinas (Kadis) Pendidikan Parimo, I Nyoman Sriadijaya,  PPTK, 10 orang konsultan DAK yang ditunjuk dan para mitra pembangunan sekolah.
Samsul membeberkan, pihaknya telah menemukan adanya indikasi tidakberes pada pelaksanaan  proyek rehab SD Tahun 2009 yang diduga telah merugikan negara. Sayangnya Samsul masih enggan menyebutkan indikasi tersebut.(wan)